Minggu, 29 April 2012

TELEVISI ANALOG DAN TELEVISI DIGITAL



PENGERTIAN TELEVISI ANALOG DAN TELEVISI DIGITAL
TV Digital
Televisi digital (bahasa Inggris: Digital Television, DTV) atau penyiaran digital adalah jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal video, audio dan data ke pesawat televisi. TV Digital bukan berarti pesawat televisinya yang digital, namun lebih kepada sinyal yang dikirimkan adalah sinyal digital atau mungkin yang lebih tepat adalah siaran digital (Digital Broadcasting). Televisi resolusi tinggi atau high-definition television (HDTV), yaitu: standar televisi digital internasional yang disiarkan dalam format 16:9 (TV biasa 4:3) dan surround-sound 5.1 Dolby Digital. TV digital memiliki resolusi yang jauh lebih tinggi dari standar lama. Penonton melihat gambar berkontur jelas, dengan warna-warna matang, dan depth-of-field yang lebih luas daripada biasanya. HDTV memiliki jumlah pixel hingga 5 kali standar analog PAL yang digunakan.

TV Analog
Televisi analog mengkodekan informasi gambar dengan memvariasikan voltase dan/atau frekuensi dari sinyal seluruh sistem sebelum televisi dapat dimasukan ke analog. Sistem yang dipergunakan dalam televisi analog NTSC (national Television System Committee), PAL, dan SECAM. Kelebihan signal digital dibanding analog adalah ketahanannya terhadap gangguan (noise) dan kemudahannya untuk diperbaiki (recovery) di penerima dengan kode koreksi error (error correction code ).

PERBEDAAN TELEVISI ANALOG DENGAN TELEVISI DIGITAL
Perbedaan yang paling mendasar antara sistem penyiaran televisi analog dan digital terletak pada penerimaan gambar lewat pemancar. Pada sistem analog, semakin jauh dari stasiun pemancar televisi, sinyal akan melemah dan penerimaan gambar menjadi buruk dan berbayang. Sedangkan pada sistem digital, siaran gambar yang jernih akan dapat dinikmati sampai pada titik dimana sinyal tidak dapat diterima lagi. Perbedaan TV Digital dan TV Analog hanyalah perbedaan pada sistim tranmisi pancarannya, kebanyakan TV di Indonesia, masih menggunakan sistim analog dengan cara memodulasikannya langsung pada Frekwensi Carrier, Sedangkan pada Pada sistim digital, data gambar atau suara dikodekan dalam mode digital (diskret) baru di pancarkan.

Orang awam pun dapat membedakan dengan mudah, jika TV analog signalnya lemah (semisal problem pada antena) maka gambar yang diterima akan banyak ‘semut’ tetapi jika TV Digital yang terjadi adalah bukan ‘semut’ melainkan gambar yang lengket seperti kalau kita menonton VCD yang rusak. Kualitas Digital jadi lebih bagus, karena dengan Format digital banyak hal dipermudah. Siaran TV Satelit Dulu memakai Analog. Sekarang sudah banyak yang digital. Tidak semua TV satelit memakai sistim Digital. Di beberapa satelit Arab banyak yang memakai mode analog.

Sebenarnya untuk menerima siaran digital untuk TV yang analog tidaklah terlalu mahal. Receiver ini hanya tinggal pasang antena dan kemudian AV nya colokkan ke TV. Untuk siaran TV satelit namanya DVB-S (Digital Video Broadcasting – Satelite). Sedangkan untuk di daratan namanya DVB-T(Digital Video Broadcasting–Terresterial) Jika anda melihat Indosiar atau Metro TV atau RCTI melalui satelit anda bisa melihat siaran TV Digital. Tidak Harus plasma, Tidak harus HD, karena stasiun TV Nasional masih memakai SDTV meskipun mereka memancarkan secara digital lewat satelit Dengan memakai TV 14 inchi yang paling murahpun anda bisa menonton TV digital. Sedangkan jika anda membeli TV LCD, hampir semua bisa menerima signal Digital tanpa alat tambahan karena sudah dilengkapi dengan receiver digital.


DAMPAK YANG TIMBUL AKIBAT ADANYA SISTEM SIARAN TELEVISI DIGITAL DI INDONESIA
Saat ini populasi pesawat televisi tidak kurang dari 40 juta unit, dengan pemirsa lebih dari 200 juta orang, jauh lebih banyak dibandingkan dengan komputer, misalnya, yang hanya sekitar 5,9 juta unit. Terlihat bahwa penggemar televisi begitu banyak di Indonesia .Kemunculan televisi digital di indonesia harus dipikirkan dampak dan konsekuensinya karena selama ini masih banyak masyarakat yang menggunakan dan terbiasa dengan televisi telivisi analog. Sedikit ketidaknyamanan yang mau tidak mau harus diterima dengan peralihan ke TV digital ini adalah:

  • Perlunya pesawat TV baru atau paling tidak kita perlu membeli TV Tuner baru yang harganya bisa dibilang cukup mahal. Hal tersebut akan menimbulkan dampak yang besar, mengingat hampir seluruh komponen pertelevisian di Indonesia masih menggunakan komponen analog, sehingga kemajuan tekhnologi televisi digital ini dapat mematikan usaha-usaha kecil yang selama ini telah ada. Karenanya hal ini mewajibkan Pemerintah untuk mensosialisasikan lebih rinci kepada masyarakat.
  • Mahalnya perangkat transmisi dan operasional broadcast berbasis tehnologi digital merupakan persoalan tersendiri bagi kemampuan industri televisi di Indonesia. Bagaimanapun untuk bisa menyiarkan program secara digital, perangkat pemancar memang harus diganti dengan perangkat baru yang memiliki sistem modulasi frekuensi secara digital. Untuk mem-back up operasional sehari-hari saja dengan tingkat persaingan antar sesama radio dan televisi swasta nasional saja sudah sangat berat, apalagi untuk harus mengalokasikan sekian persen pemasukan iklan untuk digunakan bagi digitalisasi. Selain itu, dalam masa transisi, stasiun televisi harus siaran multicast atau operasional di dua saluran secara paralel: analog dan digital, karena tetap memberi kesempatan pada masyarakat yang belum dapat membeli televisi digital.
  • Sistem pemrosesan sinyalnya. Pada sistem digital, karena diperlukan tambahan proses misalnya Fast Fourier Transform (FFT), Viterbi decoding dan equalization di penerima, maka TV Digital ini akan sedikit terlambat beberapa detik dibandingkan TV Analog. Ketika TV analog sudah menampilkan gambar baru, maka TV Digital masih beberapa detik menampilkan gambar sebelumnya.
  • Bagaimana soal akses pada jaringan media serta kondisi sistem akses itu sendiri. Persoalan seperti pengaturan decoder TV digital maupun content media menjadi layak kaji dalam hal ini. Dan akses pada spektrum frekuensi
  • Bagaimanapun pada era penyiaran digital telah terjadi konvergensi antarteknologi penyiaran (broadcasting), teknologi komunikasi (telepon), dan teknologi internet (IT). Dalam era penyiaran digital, ketiga teknologi tersebut sudah menyatu dalam satu media transmisi. Dengan demikian akses masyarakat untuk memperoleh ataupun menyampaikan informasi menjadi semakin mudah dan terbuka
  • Terjadinya migrasi dari era penyiaran analog menuju era penyiaran digital, yang memiliki konsekuensi tersedianya saluran siaran yang lebih banyak, akan membuka peluang lebih luas bagi para pelaku penyiaran dalam menjalankan fungsinya dan dapat memberikan peluang lebih banyak bagi masyarakat luas untuk terlibat dalam industri penyiaran ini.
  • Momentum penyiaran digital dapat membuka peluang yang lebih banyak bagi masyarakat dalam meningkatkan kemampuan ekonominya. Peluang usaha di bidang rumah produksi, pembuatan aplikasi-aplikasi audio, video dan multimedia, industri senetron, film, hiburan, komedi dan sejenisnya menjadi potensi baru untuk menghidupkan ekonomi masyarakat.   
Televisi di Indonesia telah menjadi alat penting baik untuk hiburan maupun untuk mendapatkan informasi. Baik televisi digital maupun analog dalam penyiarannya memiliki kesamaan yaitu memiliki dampak psikologis terhadap penontonnya. Dengan frekuensi menonton yang tinggi dan kualitas tontonan yang rendah akan berdampak buruk baik pada orang dewasa maupun pada pada anak – anak. Sistem penyiaran TV Digital penggunaan apliksi teknologi digital pada sistem penyiaran TV yang dikembangkan di pertengahan tahun 90an dan diujicobakan pada tahun 2000. Pada awal pengoperasian sistem digital ini umumnya dilakukan siaran TV secara bersama dengan siaran analog sebagai masa transisi. Sekaligus ujicoba sistem tersebut sampai mendapatkan hasil penerapan siaran TV Digital yang paling ekonomis sesuai dengan kebutuhan dari negara yang mengoperasikan.

DAMPAK SIARAN TELEVISI DIGITAL
Dampak Positif
Banyak manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dengan beralih ke penyiaran TV digital antara lain:
• Kualitas gambar yang lebih halus dan tajam,
• Pengurangan terhadap efek noise,
• Kemudahan untuk recovery pada penerima dengan error correction code, serta
• mengurangi efek dopler jika menerima siaran tv dalam kondisi bergerak (misalnya di mobil, bus, maupun kereta api).
• Selain itu sinyal digital dapat menampung program siaran dalam satu paket, dikarenakan pemakaian bandwidth pada tv digital tidak sebesar tv analog.


Dampak Negatif
Disamping banyak hal yang bermanfaat, tentunya kendala yang akan dihadapi dalam migrasi ke siaran TV digital pun juga semakin banyak seperti:
• Regulasi bidang penyiaran yang harus diperbaiki,
• Standardisasi yang harus segera ditentukan baik untuk perangkat dan teknologi yang akan digunakan,
• Industri pendukung yang harus segera disiapkan baik perangkat maupun kontennya.
• Jika kanal TV digital ini diberikan secara sembarangan kepada pendatang baru, selain penyelenggara TV siaran digital terrestrial harus membangun sendiri infrastruktur dari nol, maka kesempatan bagi penyelenggara TV analog eksisting seperti TVRI, 5 TV swasta eksisting dan 5 penyelenggara TV baru untuk berubah menjadi TV digital di kemudian hari akan tertutup karena kanal frekuensinya sudah habis.


PROSPEK KEDEPAN PENYIARAN TELEVISI DIGITAL DI INDONESIA DENGAN ADANYA DIGITALISASI SYSTEM SIARAN TELEVISI
Kalau kita melihat dari segi bisnis dvb-h memang menjanjikan melihat aplikasi teknologinya sudah dapat di terapkan dalam handphone.Handpone sudah tidak hanya menjadi telekomunikasi tapi tempat masyarakat dalam bekerja, bersosialisasi, dan lain-lain, hp sudah tidak bisa dipisahkan lagi bagi masyarakat, hal ini jelas akan berpengaruh pada masyarakat karena ada kemungkinan bahwa teknologi dvb-h bias di nikmati di setiap hp. Seperti yang kita ketahui bersama dari tahun 1962 penyiaran televisi kita menggunakan teknologi tv analog bermigrasi ke tv digital yang di resmikan oleh bapak presiden kita Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2008 yang lalu. Hal ini jelas menjadi berpengaruh besar akan teknlogi televisi kita di masa depan.
Pada prinsipnya pemerintah akan memperhatikan kemampuan industri dalam negeri dalam menyediakan peranti terminal untuk pelanggan atau customer premise equipment (CPE). Meski belum banyak, kemampuan lokal sudah ada. Pemerintah berharap industri lokal dapat menyesuaikan perkembangan teknologi dan fungsi integrasi. Ponsel misalnya, menjadi peranti yang mengintegrasikan berbagai jenis pelayanan yaitu tidak hanya sebagai peranti teleponi, tetapi juga memiliki fungsi seperti kartu kredit, radio, perekam, video, organizer dan sebagainya.

Tidak dipungkiri bahwa sekilas tampak pemerintahlah yang paling banyak memperoleh digital deviden dari migrasi ini, yaitu semakin banyaknya alokasi frekuensi yang dapat “dijual” kepada para pelaku bisnis penyiaran TV. Sementara para pelaku bisnis dari kalangan swasta seolah harus puas menghadapi digital consequent nya, tanpa bisa berbuat banyak demi menjaga kesempatan untuk tetap berbisnis di bidang ini. Namun bila lebih jauh dipelajari, sebenarnya proses migrasi ini dapat memberikan deviden bagi seluruh stakeholder. Hal ini sangat tergantung dari kesiapan masing-masing pihak dalam menyikapinya. Selain pemerintah, beberapa pihak telah melakukan persiapan menghadapi migrasi ini. Para pelaku industri penyiaran, dalam hal ini industri radio dan televisilah yang paling banyak terlihat melakukan persiapan. Industri penyiaran TV telah melakukan ujicoba siaran digital melalui pembentukan konsorsium TV digital yang khusus disiapkan untuk menyesuaikan diri dengan model bisnis TV digital. Ini juga mengawali satu era dimana Diversity of Ownership telah dapat mulai diposisikan kembali secara proposional, walau belum optimal.

Bagaimanapun pada era penyiaran digital telah terjadi konvergensi antarteknologi penyiaran (broadcasting), teknologi komunikasi (telepon), dan teknologi internet (IT). Dalam era penyiaran digital, ketiga teknologi tersebut sudah menyatu dalam satu media transmisi. Dengan demikian akses masyarakat untuk memperoleh ataupun menyampaikan informasi menjadi semakin mudah dan terbuka. Mengingat karakter masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan dengan tingkat pendidikan yang sangat beragam, diperlukan tuntunan kepada masyarakat bagaimana memilih program yang benar. Untuk itu, diperlukan broadcaster yang bertanggung jawab dan adanya lembaga pengawas konten yang berwibawa.

Momentum penyiaran digital dapat membuka peluang yang lebih banyak bagi masyarakat dalam meningkatkan kemampuan ekonominya. Peluang usaha di bidang rumah produksi, pembuatan aplikasi-aplikasi audio, video dan multimedia, industri senetron, film, hiburan, komedi dan sejenisnya menjadi potensi baru untuk menghidupkan ekonomi masyarakat.
DVB-H merupakan sistem dalam smart phone yang dikembangkan berdasarkan konvergensi layanan dari siaran TV digital teresterial dan jaringan komunikasi mobile. Ini merupakan standar untuk menerima siaran TV digital pada perangkat seluler. 

DVB-H mulai diujicobakan di Helsinki, finlandia sejak 2003. Standar ini dirancang untuk mengirim data 10 Mbps ke perangkat yang memakai baterai sebagai sumber tenaganya. Dengan DVB-H, konten multimedia dapat dinikmati tanpa harus terhubung ke jaringan mobile. Nokia kini juga tengah mencoba teknologi DVB-H di Australia. Uji coba tersebut dimulai Juli 2005 dan direncanakan berlangsung selama 12 bulan. Uji coba tersebut bekerjasama dengan Bridge Networks & Telstra, untuk konsumen yang ada di Sydney. 

Pada bulan Januari 2006, Nokia dan beberapa perusahaan hiburan seluler Amerika Serikat, membentuk Mobile DTV Alliance, sebuah organisasi untuk mempromosikan pertumbuhan dan perkembangan DVB-H.
Kalau kita lihat bahwa DVB-H yang standarnya merupakan tv digital akan menjadi sebuah peluang bisnis di masa depan. Sudah ada beberapa vendor besar yang sudah memakai teknologi DVB-H salah satunya adalah Nokia, yang meluncurkan hp N92, ini akan menciptakan semua kemungkinan bahwa di masa depan kelak semua hp sudah menggunakan teknologi dvb-h. Tahun 2008 yang silam PT Global Mediacom Tbk (Mediacom) bersama dengan Nokia Siemens Networks (atau disebut NSN) mengumumkan kerjasama untuk meluncurkan layanan penyiaran Mobile TV secara komersil di Indonesia yang berbasis Penyiaran Digital Video Genggam (Digital Video Broadcast Handheld – ”DVBH”). Mengingat bahwa tanggung jawab nokia Siemens network di Indonesia adalah sebagai penanggung jawab terhadap sistem dan layanan end-to-end, termasuk implementasi dari seluruh solusi penyiaran dan jaringan dan aplikasi bisnis yang terkait.Dan Mediacom sendiri merupakan adalah kelompok perusahaan di bidang media, penyiaran hiburan dan telekomunikasi yang terbesar dan satu-satunya yang terintegrasi di Indonesia dengan operasional yang mencakup produksi content, penyiaran televise, distribusi content, dan radio, koran, majalah, tabloid, operator telekomunikasi, mobile content aggregator, penyedia jasa nilai tambah dan pengintegrasi sistem teknologi informasi.

Jelas perjanjian itu akan menciptakan sebuah peluan usaha yang baru dan menjanjikan kalau kita melihat vitalnya hp bagi masyarakat zaman sekarang. Dengan semakin tumbuhnya peluang konvergensi tv digital dengan platform layanan bergerak, perangkat solusi conditional acces untuk konvergensi yang suah teruji tentunya akan memungkinkan Telkom akan memperoleh keunggulan kompetitif yang kuat dan menghadirkan tingkatan baru layanan TV digital bagi akses pelanggan dari berbagai platform. Kalau kita melihat bahwa tingkat penetrasi TV berbayar di Indonesia saat ini sekitar 1,4 % hal ini akan menciptakan potensi besar bagi peningkatan jumlah pelanggan. Dengan memperluas layanan TV di sector ini untuk menigkatkan pertumbuhan pelanggan. 

Standar DVB-H yang baru, tanpa merubah dan mengganggu standar DVB-T untuk penerimaan pada perangkat stasioner, memberikan kesempatan bisnis baru bagi beragam perusahaan, mulai dari operator-operator penyiaran dan selluler maupun bagi manufaktur-manufaktur chip dan produsen-produsen perangkat handheld-nya. Bagi operator penyiaran, teknologi baru ini menjadi kendaraan baru untuk menggaet lebih banyak penonton, selagi penonton tersebut berpindah-pindah. Bagi operator selluler, teknologi ini menawarkan cara yang lebih efisien untuk pengiriman beragam konten multimedia.
Hal ini tentunya menjadi kabar yang sangat baik bagi para broadcaster. Dengan cara ini, sangat memungkinkan bagi broadcaster untuk melayani pelanggannya dengan cara yang sama sekali baru : “Layanan Dimanapun Kapanpun”. Ini juga berarti kesempatan untuk menarik jutaan pelanggan baru dari pengguna handphone.
Tentunya ini menjadi kabar yang sangat bagus bagi pengguna handphone / mobile phone. Standar baru ini semakin memanjakan mereka dengan konten-konten multimedia yang lebih beragam dan lebih murah, pada saat mereka berpindah-pindah. Sangat masuk akal karena layanan televisi sekian lama menjadi layanan dasar di masyarakat, tetapi fasilitas itu tidak ada pada mobile handset. Selain menjadi sirkit bicara, pesan, internet browsing, radio, kamera photo dan video, layanan TV sudah seharusnya melengkapi fitur yang ditawarkan sehingga penyatuan semua ragam multimedia menjadi kenyataan. Logikanya, pengguna mobile phone pasti sangat senang karena mereka tetap dapat menyaksikan acara favoritnya dimana pun, dengan menggunakan perangkat yang mereka bawa-bawa seharian.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar